Senin, 18 November 2013

Agama dan Masyarakat



Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para Tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makana hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat.
Membicarakan peran agama dalam kehidupan sosial mencakup dua hal yang sudah tentu hubungannnya erat, memiliki aspek-aspek terpelihara. Yaitu pengaruh dari cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan group sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti mencangkup perilaku sebagai pegangan individu (way of life) dengan kepercayaan dan taat kepada agamanya. Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normatif atau menunjukan kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Dalam proses sosial, hubungan nilai dan tujuan masyarakat relatif harus stabil dalam setiap momen. Bila terjadi perubahan dan pergantian bentuk sosial secara kultural., hancurnya bentuk sosial dan kultural lama. Setiap kelompok berbeda dalam kepekaan agama dan cara merasakan titik kritisnya. Dalam kepekaan agama berbeda tentang makna, dan masing-masing kelompok akan menafsirkan sesuai dengan kondisi yang di hadapinya.
Di samping ada gerakkan yang menawarkan nilai-nilai dan solidaritas baru, ada juga tampil pola-pola sosial untuk mencari jalan keluar dari pengalaman yang mengecewakan anomi,  menentang sumber yang nyata dan mencoba mengambil upaya pelarian yang telah disediakan oleh situasi, seperti narkotika, alkohol, kelompok hippies, dll.

1.       FUNGSI AGAMA
Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyarkat ada 3 aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Sebagai kerang acuan penelitian empiris, teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang seimbang. Lembaga yang demikian kompleks ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial, dimana setiap unsur dari kelembagaan itu saling tergantung dan menetukan semua unsur lainnya. Dalam pengertian lembaga sosial yang demikian, maka agama merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang telah terlembaga.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, peraturan, norma-norma, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain. Kemudian agama dengan referensi transendensi merupakan aspek penting dalam fenomena kebudayaan.
Teori fungsional melihat agama sebagai penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yangdapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Tatapi tidak mengutik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transendental.
Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada mempunyai fungsi bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan. Dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangkaacuan yang bersifat sakral, maka normanyan pun dikukuhkan pada sanksi-sanksi sakral. Sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumnya bersifat duniawi, supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat ia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Dimensi komitmen agama menurut Roland Robertson (1984) diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi.
a)      Dimensi keyakinan mengandung harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertenu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b)      Prakek agama mencakup perbuatan memuja dan berbakti.
c)       Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
d)      Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e)      Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

2.       PELEMBAGAAN AGAMA
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan. Sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat.
Dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan dapat diterima sebagai dasar analitis, namun hubungan-hubungan antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan dua tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954).
a.       Masyarakat yang terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama meyusup kedalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya  :
·         Agama memasukkan pengaruhnyayang sakral kedalam sistem nilai masyarakat secara mutlak.
·         Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang.
b.      Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar