Penelitian ini bertujuan untuk
merekontruksi kerusuhan yang bernuansa SARA di Ambon, untuk dihimpun ke
dalam sebuah monografi tentang kasus-kasus kerusuhan sosial, bagaimana
bentuk-bentuk pola hubungan sosial pasca konflik. Latar belakang penelitian
adalah kebutuhan untuk menjaga keutuhan bangsa dan Negara. Padahal konflik-konflik
yang menggunakan simbol-simbol agama sangat berbahaya dan merusak kehidupan
harmoni masyarakat yang telah terbentuk sekian lama. Dalam waktu 5 tahun
terkahir sebelum kerusuhan banyak terdapat kejadian rawan sosial yang menelan
banyak korban baik harta benda maupun jiwa. Peneliti ini semula berjudul
“Konflik Sosial Bernuansa Agama di Berbagai Komunitas”. Setelah dilakukan
pengkajian dokumentasi mengenai kerusuhan yang banyak terjadi, penelitian
difokuskan kerusuhan yang terjadi di Ambon karena banyak menelan korban dan
melibatka banyak etnis. Penelitian dilakukan dengan oendekatan kualitatif.
Pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada sejumlah tokoh kunci yang
terlibat kerusuhan, para mediator, dan para tokoh perdam kerusuhan.
Pengamatan dilakukan paada
lokasi-lokasi bekas kerusuhan dan obyek lain, studi dokumentasi dilakukan
terhadap bahan-bahan yang diperoleh media massa, hasil-hasil kegiatan tentang
kerusuhan-kerusuhan sosial yang telah disatukan berbagai pihak dan buku-buku
teks. Hasil penelitian menunjukan bahwa kerusuhan Ambon semakin terdesaknya dan
mengecilnya populasi umat Islam Ambon, yang sebelumnya mayoritas dan sejak
penjajahan Belanda mendapat perlakuan istimewa. Kondisi tersebut membuat mereka
marah kepada para pendatang, Bugis, Buton dan Makassar yang dianggap
mendominasi ekonomi mereka. Peristiwa kerusuhan Ambon berkorbar pada Hari Raya
Idul Fitri 19-24 Januri 1999, didahului beberapa peristiwa dari bulan nopember
1998. Pemicu kerusuhan adalah pertikaian antara supir angkot dan kernek di
Terminal Batumerah. Pada saat perisitwa terjadi di kota Ambon terkonsentrasi
massa besar yang tidak jelas siapa penggeraknya. Waktu itu terjadi pengusiran,
penjarahan dan pembakaran rumah orang-orang islam. Namun, umat islam dan
kristen saling menuduh tentang pihak yang memulai dan merencanakan kerusuhan.
Upaya penyelesaian konflik
dilakukan pemerintah dan ABRI untuk mengklarifikasi isu-isu yang tidak
bertanggung jawab tersebut ternyata tidak mampu meredam kekuatan dari mereka
yang menginginkan agar kerusukan Ambon terus diperpanjang dan diperluas.
Penciptaan kondisi ini semakin
menguat ketika ABRI telah dengan sengaja ikut menciptakan konflik yang
berkepanjangan melalui penanganan pengendalian keamanan yang tidak professional
dan terkesan bertendensi mengipas-ngipas agar kerusuhan di Ambon tak kunjung
selesai.
Peran Pemerintah Daerah, Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama, Militer serta Komponen bangsa lainnya yang ada di
daerah melalui berbagai upaya rekonsilissasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang
bertikai hanya bersifat “semu” belaka. Satu dan lain hal disebabkan karena
tidak ada kemauan yang transparan dalam upaya menyelesaikan pertikaian, juga
upaya rekonsilisasi lebih bersifat Top
Down dan bukan Buttom Up.
Opini : konflik Ambon
yang terjadi pada tahun 1999 dikarenakan oleh hal sepele yang sudah
direncanakan oleh pihak-pihak profokator untuk menghancurkan kekuatan Ambon
yang dalam masalah ini memakai masalah agama yaitu membuat pertikaian antara
kaum muslim dan kaum kristiani.
dalam hal tersebut kepentingan
politiklah yang dijalankan, karena ketakutan kekuatan Ambon yang kuat dan
akhirnya memisahkan diri dari NKRI, kejadian ini adalah salah satu akibat dari
kejadian 1998, karena Ambon di nilai juga sebagai basis gerakan reformasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar